Kamis, 31 Maret 2011

Bau Mulut



Bau Mulut (Halitosis) adalah bau nafas yang tidak enak, tidak menyenangkan dan menusuk hidung.


Jika bau nafas yang sebelumnya normal berubah menjadi halitosis, maka penyebabnya adalah:
- Makanan (misalnya bawang mentah, bawang putih, kol)
- Vitamin (terutama dalam dosis tinggi)
- Kebersihan gigi yang jelek
- Gigi karies
- Merokok
- Alkohol
- Infeksi tenggorokan
- Sinusitis
- Infeksi paru-paru
- Sindroma Sjögren- Penyakit gusi (gingivitis, gingivostomatitis)
- Abses gigi
- Impaksi gigi
- Benda asing di hidung (pada anak-anak)
- Obat-obatan (paraldehid, triamteren dan obat bius yang dihirup, suntikan insulin).

Penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan bau mulut:
- Gingivitis ulseratif nekrotisasi akut
- Mukositis ulseratif nekrotisasi akut
- Gagal ginjal akut
- Penyumbatan usus
- Bronkiektasis
- Gagal ginjal kronis
- Diabetes melitus
- Kanker kerongkongan
- Karsinoma lambung
- Fistula gastrojejunokolik
- Ensefalopati hepatikum
- Ketoasidosis diabetikum
- Abses paru
- Ozena
- Penyakit periodontal
- Faringitis
- Divertikulum Zenker.


Bau nafas tercium tidak enak, tidak menyenangkan atau menusuk hidung.


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada mulut dan hidung.

Biakan tenggorokan dilakukan jika terdapat luka di tenggorokan atau di mulut.

Pemeriksaan lainnya yang mungkin harus dilakukan adalah:
- Endoskopi
- Rontgen perut
- Rontgen dada.


Daun parsley segar atau permen mint bisa menghilangkan bau mulut yang bersifat sementara.

Pengobatan yang khusus tergantung kepada penyakit yang menyebabkan terjadinya bau mulut.


Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya bau mulut:
- Menjaga kebersihan gigi
- Obat kumur tidak efektif dalam mengatasi penyebab bau mulut dan penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol konsentrasi tinggi bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker mulut
- Berhenti merokok.

ALERGI

Urtikaria termasuk penyakit alergi yang sering ditemukan pada praktek sehari-hari selain asma, alergi obat, alergi makanan, dan dermatitis. Urtikaria dijumpai pada kira-kira 10-20% dari populasi. Urtikaria ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya makanan, obat, faktor fisik, infeksi, psikis, keganasan, penyakit metabolik, dan kolagen. Pada keadaan akut umumnya mudah diketahui, sedangkan pada keadaaan kronik sukar ditemukan, bahkan 80-90% tidak diketahui penyebabnya.
Disebut urtikaria akut bila keluhan terjadi kurang dari 6 minggu, umumnya terjadi pada usia anak-anak dan usia muda. Disebut urtikaria kronik bila gejala yang timbul lebih dari 6 minggu. Urtikaria kronik banyak ditemukan pada kelompok wanita usia pertengahan. Gejala urtikaria kronik sering berulang dan biasanya menghebat pada malam hari. Bila urtikaria kronik tidak hilang dalam 24 jam perlu dipikirkan kemungkinan vaskulitis urtikaria.
Patogenesis Urtikaria
Urtikaria dan angioedema ialah suatu reaksi pada kulit yang mudah dilihat dan biasanya terlokalisasi, baik pada kulit (urtikaria), maupun di bawah kulit (angioedema) yang disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada urtikaria peningkatan permeabilitas kapiler ini merupakan faktor yang penting. Keadaan ini dimungkinkan karena pelepasan histamin dari sel mast. Terjadi edema subkutan, umumnya pada jaringan yang longgar dan berisi sedikit ujung saraf, sehingga keluhan gatal pada angioedema lebih jarang ditemukan dibanding pada urtikaria. Kenaikan kadar histamin dalam darah vena akan lebih merangsang munculnya urtikaria. Di samping itu, beberapa mediator (seperti leukotrien) yang dihasilkan sel mast ikut berperan dalam terjadinya urtikaria.
Imunologi Urtikaria
Umumnya kasus urtikaria dan angioedema disebabkan oleh reaksi alergi. Keadaan ini disebabkan terfiksasinya Ig E pada sel mast, lalu akhirnya sel mast sendiri akan pecah karena rangsangan antigen dan menghasilkan beberapa mediator. Sedangkan pada urtikaria idiopatik dan urtikaria karena tekanan, peranan reaksi antigen-antibodi tersebut sedikit. Terstimulasinya sel mast untuk mengeluarkan mediator masih belum diketahui.
Gambaran imunologi urtikaria secara umum adalah:
1.    Urtikaria akut/angioedema adalah suatu bentuk kelainan di kulit karena reaksi anafilaksis.
2.    Penyebab urtikaria karena alergi makanan dan obat umumnya melalui Ig E.
3.    Urtikaria kronik adalah suatu keadaan non-imunologi yang penyebabnya tidak diketahui.
Klasifikasi dan Etiologi
Banyak klasifikasi urtikaria yang diajukan, tetapi semuanya mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Untuk memudahkan pemahaman, maka diambil sesuai dengan klasiifikasi yang dihubungkan dengan mekanisme urtikaria seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi urtikaria
 Reaksi imunologi
Reaksi anafilaksis (tipe I)
Reaksi sitotoksik (tipe II)
Reaksi kompleks imun(tipe III)
Fisikal
dermatografisme
dingin
panas
kolinergik
sinar
tekanan
gelombang
aquagenic
Reaksi anafilaktoid
angioedema herediter
hystamine liberator
sensitiivitas terhadap aspirin
Lain-lain
urtikaria papular
urtikaria pigmentosa
mastositosis sistemik
infeksi
vaskulitis
keganasan
endokrin
psikis
idiopatik
Tabel 2. Beberapa bahan yang sering menimbulkan pelepasan histamin
kontras
opiat: kodein, morfin
antibiotik: klortetrasiklin, polimiksin, kuinin
relaksan otot: kurare
obat vasoaktif: atropin, amfetamin, hidralazin
makanan: putih telur, tomat, udang, jeruk, strawberi
Gambaran klinik
Urtikaria sering terjadi secara multipel ynag dibatasi suatu daerah edematosa disertai perasaan gatal. Gambaran kelainan dapat berwarna keputihan yang dikelilingi kemerahan atau daerah kemerahan yang berubah jadi pucat bila dilakukan peregangan. Ukuran kelainan tiap individu sangat bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter, bisa berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Umumnya gejala tersebut berlangsung antara 1-48 jam, sedangkan literatur lainnya kurang dari 24 jam (umumnya 12 jam). Lokaasi dapat di daerah kulit mana saja, paling sering pada daerah yang tertekan.
Pada angioedema terlihat adanya pembengkakan yang non-pitting tanpa keluhan gatal. Predileksi yang tersering adalah di daerah muka, khususnya daerah periorbital dan perioral. Akan tetapi dapat juga terjadi pada mulut di daerah faring/laring.
Gejala urtikaria dan angioedema ini mudah dikenal, bahkan oleh orang awam. Kedua gejala tersebut dapat ditemukan bersama-sama pada hampir setengah penderita. Rincian gambaran urtikaria kronik dan gejala kliniknya dapat dilihat pada tabel 3. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan vaskulitis urtikaria seperti dalam tabel 4.
Gambaran berbagai jenis urtikaria kronik
Jenis urtikaria
Usia pasien
Gambaran klinik
disertai angioedema
Kronik idiopatik
20-50
luas, generalisata, edema papuler atau wheal yang berwarna merah muda atau pucat, kadang anuler, kadang gatal
Ya
Dermatografisme simtomatik
20-50
gatal, wheal linier dikelilingi flare merah terang pada tempat garukan
Tidak
Urtikaria fisik lain
Dingin
10-40
gatal, pembengkakan yang berwarna pucat atau merah pada tempat kontak dengan permukaan dingin atau cairan
Ya
Tekanan
20-50
pembengkakan yang berwarna merah, luas, gatal, dan nyeri pada daerah yang tertekan, berlangsung sampai 24 jam atau lebih
Tidak
Solar
20-50
Pembengkakan yang berwarna merah atau pucat dan gatal pada daerah yang terpapar sinar ultraviolet atau sinar lainnya
Ya
Kolinergik
10-50
gatal, wheal yang pucat atau merah muda, homomorfik pada badan, leher, atau tungkai
Ya
Pendekatan Diagnostik
Cara yang paling baik untuk menentukan diagnosis adalah anamnesis yang rinci dan pemeriksaan jasmani yang teliti. Beberapa pertanyaan yang harus selalu diajukan untuk penyelidikan penyebab ialah hubungannya dengan:
  • makanan
  • obat-obatan, khususnya antibiotik, aspirin, tartazin, vitamin, pil KB dan obat topikal
  • inhalan atau kontaktan
  • pekerjaan/ bahan yang terpapar di pekerjaan
  • infeksi, misalnya infeksi gigi atau sinusitis
  • stres dan ansietas.
Akan tetapi dengan cara tersebut kadang-kadang sukar untuk menentukan penyebabnya (kecuali pada urtikaria akut), sehingga memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang dengan mempertimbangkan efektiviitas dan biaya. (lihat algoritma)
Pengobatan
Walaupun belum ada panduan yang disepakati bersama, khususnya dalam upaya pengobatan urtikaria kronik, beberapa langkah di bawah ini perlu diketahui.
1.    Hindari bahan/obat/makanan yang merupakan penyebab.
2.    Penderita dengan urtikaria kroniiik sebaiknya menghindari ACE-inhibitor, aspirin, obat antiinflamasi non-steroid lain.
3.    Simtomatik: obat antihistamin (agonis reseptor H1)
4.    Obat antagonis reseptor H2
5.    Hindari pemberian steroid topikal dan antihistamin topikal.
6.    Ada yang mengusulkan pemberian antagonis Ca (nifedipin) atau agonis b -2 adrenergik bersama-sama dengan antihistamin)
7.    Steroid sistemik bila keadaan tersebut tidak menolong dengan dosis 30 mg pada pagi hari. Dosis diturunkan secara bertahap bila keluhan berkurang. Pemberian tidak lebih dari 3 minggu.
Pengobatan tersebut umumnya memerlukan kajian ulang bila keluhan urtikaria muncul kembali.

Algoritma Diagnosis dan Investigasi Urtikaria Kronik


SEJARAH DIABETES MELITUS

pada tahun 250 SM Apollonius  dari Memphis pertama kali memberikan nama “diabetes” arti harfiahnya yaitu “untuki menggunakan” atau “mengeringkan “. Sesuai dengan pemahaman awal tentang penyakit yang mengeluarkan cairan dari tubuh pasien lebih banyak daripada yang diminumnya. Pada abad pertama masehi dokter-dokter yunani menjelaskan penyakit tersebut sebagai mencairnya jaringan lunak dan anggota gerak menjadi air seni. Kemudian secara bertahap bahasa latin dari madu yaitu “mellitus” ditambahkan kepada kata diabetes karena kaitannya dengan air seni yang manis.
Pada tahun 1798 dimana John Rollo benar-benar mendokumentasikan adanya kelebihan gula baik dalam darah maupun dalam air seni. 15 tahun kemudian Claude Bernard mengaitkan diabetes dengan metabolism glikogen. Ditahun 1869 Paul Langerhans seorang mahasiswa kedokteran jerman menemukan sel-sel islet didalam pangkreas, tetapi dia belum dapat menjelaskan fungsinya. Dua puluh tahun kemudian barulah Joseph von Mehring dan Oskar Minkowski memahami bahwa diabetes berkembang jika mereka mengangkat pancreas dari anjing.
Pada keadaan normal sekresi insulin dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1.      Basal : disekresi secara continue diantara waktu makan dan sepanjang malam, dengan laju 0,5-1 unit per jam, untuk memberikan kadar insulin 5-15 µU/mL.
2.      Terstimulasi : merupakan respon terhadap makanan dan menghasilkan kadar insulin yang jauh lebih tinggi yaitu 60-80 µU/mL dalam waktu beberapa menit hingga 30 menit setelah makan. Konsentrasi insulin ini akan kembali ke keadaan basal 2-4 jam setelah makan

Tahun 1930-an mulai ditemukan insulin yang masa kerjanya panjang ( long acting) yaitu protamin zinc insulin. Lima puluh tahun kemudian mulailah digunakan teknologi rekombinan DNA untuk menghasilkan insulin secara komersial.


DIABETES MELITUS

Penyakit kencing manis atau disebut diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah melebihi nilai normal (hiperglikemia). Kondisi ini timbul terutama disebabkan adanya gangguan pada metabolisme karbohidrat (gula) di dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut antara lain disebabkan oleh adanya gangguan fungsi hormon insulin di dalam tubuh. Pada penderita DM, gangguan fungsi hormon insulin, akan menyebabkan pula gangguan pada metabolisme lemak, yang ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa zat turunan lemak seperti trigliserida dan kolesterol.
Peningkatan trigliserida dan kolesterol merupakan akibat penurunan pemecahan lemak yang terjadi karena penurunan aktivitas enzim-enzim pemecah lemak, yang kerjanya dipengaruhi oleh insulin. Oleh karena itu, kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan perubahan fungsi dan metabolisme tubuh, termasuk metabolisme lemak. Perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan, dan kerusakan jaringan inilah yang akan menimbulkan komplikasi-komplikasi. Sementara itu komplikasi kronik DM merupakan faktor resiko utama timbulnya penyakit jantung koroner, penyumbatan pembuluh darah, serebro-vaskuler (stroke), gagal ginjal, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Oleh karena itu jika dibiarkan tidak terkendali, DM dapat menimbulkan penyakit atau komplikasi-komplikasi lain yang dapat berakibat fatal. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida merupakan faktor resiko independen yang kuat untuk penyakit jantung koroner, dan pada wanita peningkatan trigliserida berkorelasi dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner mencapai 30 persen.
Penderita DM tidak perlu takut karena resiko timbulnya komplikasi diabetik dapat diantisipasi dengan jalan mengontrol dan mengendalikan kadar gula darah dalam jangka panjang. Pengendalian kadar gula darah secara ketat akan memperbaiki pula kadar trigliserida dan kolesterol pada penderita DM sehingga faktor risiko terkena komplikasi DM dapat dikurangi. Pemeriksaan laboratorium merupakan bagian penting dalam menanggulangi DM, baik untuk menemukan penyebabnya, diagnosis, pemantauan, maupun deteksi dini adanya komplikasi. Pemeriksaan kadar gula darah di laboratorium yang biasa dilakukan selama ini, umumnya hanya mencerminkan kadar gula darah sesaat, karena hasil pengukuran sangat dipengaruhi oleh faktor makanan, olah raga, emosi, maupun oleh obat-obat yang diminum. Penentuan seseorang menderita DM tidak dapat dilakukan hanya dengan satu kali pemeriksaan kadar gula darah. Oleh karena itu dokter perlu melakukan pemantauan melalui beberapa kali pemeriksaan, disamping juga anjuran untuk mengatur pola makan dan berolah raga. Mengatur pola makan, apalagi atas rekomendasi ahli gizi yang telah diperhitungkan secara seksama, bertujuan mengelola kadar gula maupun kadar lemak darah sesuai kebutuhan tubuh. Berolah raga secara teratur dapat juga membantu menurunkan kadar gula darah karena dengan berolah raga, gula darah dapat dengan mudah dimetabolisme oleh sel-sel tubuh.
Di dalam tubuh kita terdapat sel-sel darah merah yang mengandung hemoglobin, dengan fungsi utama mengikat/menangkap oksigen yang sangat diperlukan tubuh. Dalam keadaan normal, hemoglobin ini dalam kadar tertentu mengikat pula berbagai macam zat lain, salah satunya ialah mengikat glukosa (gula darah). Ikatan antara hemoglobin dengan glukosa ini disebut glikohemoglobin dan diberi kode HbA1C. Glikohemoglobin ini sangat stabil di dalam darah, sehingga pengukuran kadar HbA1C dapat mencerminkan kadar gula di dalam darah. Oleh karena sel-sel darah merah kita memiliki umur kurang lebih tiga bulan (120 hari), maka hasil pengukuran HbA1C dapat mencerminkan kadar gula darah hingga kurang lebih tiga bulan sebelum pemeriksaan.
  Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Diabetes mellitus adalah penyakit sepanjang hidup yang muncul karena salah satu atau kombinasi dari 2 hal berikut :
Ø  Defisiensi insulin : tubuh terlalu sedikit memproduksi hormone insulin
Ø  Resistensi insulin : insulin yang dihasilkan tubuh tidak dapat bekerja dengan efektif. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah reseptor insulin didalam tubuh, atau reseptor yang ada tidak dapat berikatan secara baik dengan insulin.

Sebagai kaibat dari hal tersebut diatas pada penderita diabetes glukosa hasil pencernaan makanan tidak dapat masuk ke dalam sel-sel yang membutuhkan atau yang akan menyimpannya, sehingga glukosa akan tetap beredar didalam darah dan muncul gejala hiperglisemia. Dengan kata lain diabetes merupakan abnormalitas dimana tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan glukosa sebagai sumber utama energy. Jika tidak ditangani dengan benar diabetes dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
Karena sel-sel tubuh tidak berhasil mendapatkan glukosa sebagai sumber energy, maka sebagai gantinya sel-sel tersebut akan mengambil energy dari cadangan lemak. Hasil metabolism lemak ini antara lain adalah produk buangan yang disebut “keton” penyebab nafas bau alcohol.

Klasifikasi diabetes mellitus

Berdasarkan penyebabnya penyakit diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi 3 jenis :
v  Tipe 1 : dulu dikenal sebagai IDDM, kebanyakan terjadi pada mereka yang berusia muda. Penderita diabetes tipe 1 memerlukan suntikan insulin secara teratur.
v  Tipe 2 : dulu dikenal sebagai NIDDM, kebanyakan penderitanya berusia lebih tua dari tipe 1. Penderita diabetes tipe 2 ada yang dapat dikontrol kadar gulanya hanya dengan diet dan olah raga, sementara yang lainya memerlukan pengobatan dengan antidiabetika, bahkan memerlukan suntikan insulin
v  GDM : diabetes mellitus yang terdiagnosa pertama kali pada saat kehamilan. GDM biasanaya terjadi pada kehamilan trimester ke-2 atau ke-3 ( setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan ) dan umumnya akan menghilang dengan sendirinya setelah proses kehamilan.

Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 muncul jika kelenjar pancreas tidak lagi mampu menghasilkan insulin. Mereka yang menderita diabetes tipe 1 umumnya mendapatkan gejala hiperglisemia pertama kali pada usia < 30 tahun bahkan tidak jarang pada masa kanak-kanak dan bertubuh kurus. Jumlah penderita diabetes tipe 1 ini relative rendah dibandingkan jumlah penderita diabetes tipe 2 beberapa factor yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 :
·         Riwayat keluarga : seorang anak dengan ayah pengidap diabetes tipe 1 mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita diabetes tipe 1 dibandingkan anak dengan ibu pengidap diabetes tipe 1.
·         Virus : terinfeksi virus mumps ( gondongan) diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada kelenjar pancreas
·         Adanya problem imunitas yang menyebabkan kerusakan pada kelenjar pancreas.

 Suntikan insulin
Karena penderita diabetes tipe 1 seumur hidupnya tergantung pada suntikan insulin. Selain dengan diet dan olah raga teratur untu menjaga agar kadar gula darahnya tetap normal, maka penderita biasanya dianjurkan untuk belajar menyuntikan insulinnya sendiri biarpun mungkin penderitanya masih anak-anak. Lokasi penyuntikan yang dianjurkan :
1)      Perut : absorpsi cepat
2)      Lengan : absorpsi sedang
3)      Paha : absorpsi lambat
4)      Pantat : absorpsi lambat

Namun pada klenyataanya penderita biasanya menyuntikan kesemua lokasi tersebut secara bergantian. Mengingat penderita harus menyuntikan insulin setiap hari.

Sediaan insulin
 Berbagai tipe sediaan insulin dibedakan berdasarkan diabsorpsi setelah disuntikan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan agar semua insulin yang disuntikan terabsorpsi.
*      Short acting insulin : tersedia dalam bentuk larutan jernih dan ditujukan untuk diberikan pada waktu makan. Suntikan harus diikuti dengan makanan atau snack yang mengandung karbohidrat dalam waktu selambat-lambatnya 30 menit kemudian untuk mencegah terjadinya hipoglisemia. Contohnya; humulin R, Actrapid HM
*      Intermediate acting insulin : sediaan insulin yang mengandung zat tambahan yang dapat memperlambat absorpsinya. Kombinasi tersebut umumnya menghasilkan bentuk Kristal, sehingga cairan Nampak berkabut. Kristal insulin harus dihomogenkan secara merata sebelum disuntikan. Intermediate acting insulin memerlukan waktu 1 ½ jam sebelum menghasilkan efek. Efek  terbesar terjadi dalam selang waktu antara 4-12 jam setelah injeksi, dan dalam waktu 24 jam seluruh dosis yang disuntikan sudah diabsorpsi. Contoh ; humulin N, monotard HM.
*      Long acting insulin : mempunyai masa kerja > 24 jam namun onsetnya sangat lambat  ( 4 jam) contoh ; lantus
*      Premixed insulin : sediaan yang merupakan kombinasi Intermediate acting insulin dan short acting dalam perbandingan standar. Produk ini memberikan jalan keluar bagi mereka yang kesulitan dalam mencampurkan kedua insulin tersebut. Produk ini tersedia dalam berbagai kombinasi yang mengandung short acting insulin 10-50% dan Intermediate acting insulin 50-90%, namun rasio yang paling sering digunakan adalah 30% short acting dan 70% Intermediate acting insulin. Contoh ; Mixtard 30 HM, Humulin 30/70